Commodity Turknezya - Halo teman-teman Commodity Turknezya! Kali ini kita akan membahas sejarah perdagangan internasional Indonesia, yang ternyata sudah berlangsung sejak berabad-abad lalu. Menarik, bukan? Yuk, kita telusuri bagaimana perdagangan internasional ini berkembang, mulai dari jalur sutra hingga era modern saat ini.
Awal Mula Perdagangan Internasional Indonesia
Perdagangan internasional di Indonesia dimulai jauh sebelum konsep perjanjian kesepakatan seperti MOU dikenal. Pada masa itu, perdagangan berlangsung dengan cara yang lebih sederhana, seperti barter atau pertukaran barang. Pedagang dari India dan China menjadi pionir yang membuka jalur perdagangan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Barang-barang yang diperdagangkan biasanya bernilai tinggi, seperti logam mulia, perhiasan, tekstil, barang pecah-belah, dan juga rempah-rempah.
Indonesia sendiri, pada masa awal, belum banyak memiliki produk untuk dijual ke pasar internasional. Komoditas utama yang menjadi andalan adalah hasil bumi seperti cengkeh, pala, dan lada. Hal ini sangat wajar mengingat kekayaan alam Indonesia memang melimpah dan menjadi incaran para pedagang asing.
Peran Sriwijaya dalam Perdagangan
Pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Indonesia mulai dikenal sebagai pusat perdagangan internasional. Lokasi strategis Indonesia membuatnya menjadi tempat persinggahan pedagang dari berbagai penjuru dunia. Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, terutama di wilayah Sumatera dan Jawa, menjadi pusat perdagangan utama. Pedagang dari India, Persia, Arab, hingga Gujarat sering kali berdagang di wilayah ini.
Tak hanya itu, sistem pembayaran pun mulai berkembang. Jika pada masa awal perdagangan banyak menggunakan barter, di masa Kerajaan Sriwijaya sudah dikenal alat tukar berupa emas dan perak. Di wilayah Cirebon, bahkan sudah menggunakan timah sebagai alat tukar yang dikenal dengan sebutan "picis".
Jalur Sutra: Pembuka Pasar Indonesia
Jalur Sutra merupakan salah satu jalur perdagangan internasional yang terkenal di dunia. Hubungan dagang Indonesia dengan India dan China semakin erat setelah jalur ini terbuka. Pada awalnya, India menjadi perantara perdagangan antara Indonesia dan China, tetapi seiring berjalannya waktu, Indonesia berhasil membuka jalur dagangnya langsung ke China.
Jalur Sutra memperkenalkan barang-barang seperti kain sutra dari India dan Gandhara ke Indonesia. Perdagangan ini menjadi cikal bakal hubungan dagang yang lebih luas dengan negara-negara lain di dunia.
Kedatangan Bangsa Barat dan Monopoli Perdagangan
Ketika Indonesia mulai terkenal di dunia internasional karena kekayaan rempah-rempahnya, bangsa-bangsa Barat pun datang. Mereka tertarik untuk mendapatkan komoditas berharga dari Nusantara. Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda adalah beberapa bangsa Eropa yang datang dengan tujuan berbeda-beda.
Pada awalnya, mereka hanya ingin berdagang. Akan tetapi, Belanda memiliki ambisi yang lebih besar. Mereka ingin menguasai dan memonopoli perdagangan Indonesia. VOC, perusahaan dagang Belanda, didirikan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Dampaknya, Indonesia dijajah dan perdagangan lokal mulai diatur oleh sistem liberal dan kapitalis yang diterapkan oleh Belanda.
Pengaruh sistem ini masih terasa hingga sekarang, di mana perdagangan Indonesia masih banyak dipengaruhi oleh konsep liberal dan kapitalis yang menjadi dasar kebijakan ekonomi kita.
Perjuangan di Awal Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, perdagangan mengalami masa-masa sulit. Blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda membuat akses Indonesia ke pasar internasional terhambat. Belanda berusaha memutus suplai barang-barang ke Indonesia, termasuk peralatan militer dan komoditas ekspor seperti gula, teh, dan karet.
Meskipun demikian, Indonesia tidak menyerah. Usaha untuk membuka jalur perdagangan baru ke Amerika Serikat dilakukan, meskipun pada awalnya banyak mengalami hambatan. Pada akhirnya, blokade ekonomi berhasil diakhiri pada tahun 1950, dan Indonesia mulai membuka kembali jalur perdagangannya ke dunia internasional.
Era Perdagangan Modern: Dari GATT hingga WTO
Setelah berakhirnya blokade, Indonesia mulai aktif berpartisipasi dalam perjanjian perdagangan internasional. Pada masa Orde Lama, Indonesia menandatangani perjanjian GATT (General Agreement on Trade and Tariffs) yang bertujuan melindungi industri dalam negeri yang masih lemah. GATT memberlakukan tarif bea masuk yang transparan, tanpa merugikan negara-negara lain.
Memasuki era Orde Baru, Indonesia kemudian bergabung dengan WTO (World Trade Organization). WTO merupakan organisasi internasional yang lebih terbuka dibandingkan GATT, dengan tujuan memperkuat perdagangan antarnegara melalui kesepakatan-kesepakatan yang lebih adil. Melalui keanggotaan di WTO, Indonesia bisa lebih berpartisipasi dalam perdagangan global.
AFTA dan MEA: Babak Baru Perdagangan Asia
Tidak berhenti sampai di situ, Indonesia juga menandatangani perjanjian AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) pada Januari 1992. AFTA bertujuan menurunkan tarif perdagangan di kawasan Asia Tenggara, membuat perdagangan antarnegara di ASEAN menjadi lebih efisien. Dengan penurunan tarif hingga 0,5%, komoditas seperti minyak nabati, semen, produk kimia, tekstil, dan lainnya lebih mudah diperdagangkan di antara negara-negara ASEAN.
Pada tahun 2015, Indonesia kembali menandatangani kesepakatan penting, yaitu MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). MEA membuka pintu bagi perdagangan bebas barang dan jasa di kawasan ASEAN tanpa adanya bea masuk. Tidak hanya itu, kesepakatan ini juga memudahkan pergerakan tenaga kerja lintas negara, bahkan tanpa perlu surat izin kerja.
Bagi Indonesia, MEA bisa menjadi peluang besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, tapi juga menuntut persiapan matang. Persaingan tidak hanya terjadi di sektor komoditas, tetapi juga tenaga kerja dan teknologi. Agar tidak tertinggal, Indonesia harus siap beradaptasi dan meningkatkan daya saingnya di pasar global.
Menatap Masa Depan Perdagangan Indonesia
Perjalanan perdagangan internasional Indonesia memang panjang dan penuh tantangan. Dari masa Kerajaan Sriwijaya hingga era modern saat ini, Indonesia telah melalui berbagai fase perdagangan yang membentuk fondasi ekonomi kita. Meski demikian, perkembangan perdagangan global tidak pernah berhenti. Dengan berbagai perjanjian internasional seperti AFTA dan MEA, Indonesia berada pada posisi yang strategis untuk terus maju di kancah perdagangan dunia.
Untuk teman-teman di Commodity Turknezya, perdagangan internasional adalah kunci dari kemajuan ekonomi bangsa. Menjadi bagian dari pasar global memberikan banyak peluang untuk berkembang, tapi juga membutuhkan kesiapan, baik dari segi sumber daya manusia maupun inovasi teknologi. Dengan strategi yang tepat, masa depan perdagangan Indonesia bisa semakin cerah, dan komoditas lokal kita akan terus bersaing di pasar internasional.
Itu dia, teman-teman, sedikit sejarah perjalanan perdagangan Indonesia dan bagaimana kita bisa belajar dari masa lalu untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Tetap semangat dalam mengikuti perkembangan dunia komoditas!
0Komentar